Hubungan PD 1
REVOLUSI KUBA
Kuba merupakan negara yang perjalanan sejarah politiknya diwarnai oleh pemerintahan diktatorial yang saling menjatuhkan melalui proses kudeta. Tahun 1924, Kuba dipimpin Gerrardo Machado . Tahun 1933, puncak perlawanan rakyat Kuba diwakili oleh kelompok pekerja dan buruh. Akhirnya, pemerintahan machado ditumbangkan oleh kekuatan militer pimpinan Fulgencio Batista. Batista menguasai Kuba tahun 1940. Pada kurun waktu tahun 1940 himgga tahun 1944, dibawah kekuasaan diktatorial Batista, Kuba mengalami masa yang penuh dengan ketakutan dan state-terrorism. Kondisi state-terrorism adalah kondisi apabila aparatur pemerintahan melaksanakan teror dan kekejaman terhadap rakyatnya dengan mengguanakan segenap perangkat negara. Melalui polisi dan tentara , Batista melancarkan segenap pengekangan terhadap kehidupan sosial politik masyarakat.
Kepemimpinan Batista yang diktator sebenarnya sempat berakhir tahun 1944 dengan terpilih nya Carlos Prio secara demokratis dalam pemilihan umum. Akan tetapi, Batista kembali berkuasa tahun 1952 hingga 1958. Pada masa kepemimpinannya yang kedua ini, pemerintahan Batista mengalami banyak perlawanan dari berbagai gerakan rakyat dan gerilyawan revolusioner.
Penyerangan Castro yang pertama terjadi pada 26 Juli 1953 yang dikenal dengan 26th of July Movement. Fidel Castro bersama pasukannya menyerang pangkalan militer Moncada di Kota Santiago. Castro pun ditangkap dan dipenjarakan hingga tahun 1955. Pada proses pengadilannya, pidato Castro yang berjudul “SEJARAH LAH YANG AKAN MEMBEBASKANKU” menjadi penggugah semangat rakyat Kuba untuk bangkit melawan diktatorianisme Batista, sekaligus menjadi simbol Revolusi Kuba. Setelah dibebaskan tahun 1955, Castro pergi ke Meksiko dan Amerika Serikat untuk menggalamg dukungan dan dana untuk aksi perlawanannya terhadap pemerintahan Batista. Di dalam perjalanan itulah, sewaktu berada di Meksiko, Fidel Castro bertemu dengan Ernesto “Che” Guevara, yang menjadi sekutu dekatnya dalam menggulingkan pemerintahan Batista. Tahun 1956 setelah menyusun dan membangun rencana kekuatan, Fidel Castro bersama Che Guevara dan anggota pasukan lainnya kembali melakukan penyerangan terhadap kekuatan militer Batista.
Pada bulan Maret 1958, pasukan Castro memasuki Havana dan mengalahkan kekuatan militer Batista. Penggulingan pemerintahan Batista dan kemenangan Castro atas rezim pemerintahan Batista itu disebut Revolusi Kuba. Kemudian, Castro menjadi pemimpin Kuba dengan haluan komunisme.
Amerika Serikat melihat kekuatan komunis di Kuba sebagai sebuah ancaman karena 2 faktor. Pertama, ada efek domino penyebaran paham komunisme dikawasan Kuba. Kedua, kondisi kedekatan jarak antara Kuba dan Amerika Serikat berdampak pada dekatnya jarak tempur Kuba untuk mencapai kawasan Amerika Serikat. Adanya kesamaan paham dan kerja sama erat antara Kuba dan Uni Soviet memungkinkan Uni Soviet menyimpan salah satu rudalnya di kawasan Kuba. Hal itu dapat berdampak pada terciptanya sebuah efek domino dan Proxy War di kawasan Amerika Latin.
Ketenggangan perang dingin antara Kuba dan Amerika Serikat memuncak pada Oktober 1962. Peristiwa tersebut dikenal dengan nama Krisis Misil Kuba. Peristiwa itu di awali dengan adanya laporan dari pesawat mata-mata Amerika Serikat tentang adanya aktivitas pembangunan instalasi senjata nuklir Uni Soviet di Kuba yang tergolong kedalam jenis Intermediate Range Ballistic Missles (IRBMs). Taktik yang digunakan oleh Kennedy adalah dengan memblokade perairan disekitar Kuba dari masuknya armada kapal selam Uni Soviet yang membawa hulu ledak nuklir ke Kuba. Ia menggunakan istilah “Karantina Laut”, sebagai sebuah istilah menurut Kennedy tepat. Krisis tersebut berjalan selama 13 hari.
Krisis misil Kuba berakhir dengan adanya kesepakatan antar nikita Khruschev dan John F. Kennedy. Kesepakatan itu terdiri atas 2 hal. Pertama, Uni Soviet setuju untuk menarik semua hulu ledak nuklirnya dari Kuba dan tidak membangun instalasi senjata nuklir disana. Kedua, Amerika Serikat tidak diperbolehkan menginvasi Kuba.
Hubungan Pemerintahan Komunis di Cina, Perang Korea, dan Revolusi Kuba dengan Perluasan Perang Dingin ke Luar Eropa
Amerika Serikat dan Uni Soviet sebagai negara adidaya baru setelah perang
dunia masing-masing saling berusaha memperluas pengaruhnya ke seluruh
penjuru dunia. Berbagai cara mereka lakukan untuk meluaskan pengaruh itu.
Bantuan ekonomi, tenaga ahli, bahkan peralatan perang mereka berikan asalkan
negara tersebut bersedia menjadi pengikutnya. Usaha melakukan pengaruh dan
mencari kawan sebanyak-banyaknya tidak hanya dilakukan di kawasan Eropa,
tetapi juga keluar Eropa.
Wilayah Asia yang mempunyai jumlah penduduk padat dan kekayaan
melimpah menjadi incaran utama kedua negara adidaya. Apalagi, negara-negara
di kawasan Asia mayoritas merupakan negara yang baru merdeka setelah Perang
Dunia II sehingga menjadi sasaran empuk untuk memperluas pengaruh. Negara-negara baru tersebut tentunya membutuhkan modal besar untuk memperbaiki
keadaan dan menjalankan pemerintahan. Sementara itu, kedua negara adidaya
tersebut memiliki apa yang dibutuhkan oleh negara-negara baru. Ibarat saling
menguntungkan, terjadilah hubungan antara negara-negara baru dan negara
adidaya.
1. Pemerintahan Komunis di Cina
Pada akhir tahun 1949, Amerika Serikat sebagai pemimpin Blok Barat (liberal kapitalis) dikejutkan dengan telah meluasnya pengaruh sosialis komunis di wilayah Asia. Keterkejutan negara adidaya Amerika Serikat disebabkan oleh kemenangan komunis di daratan Cina. Kemenangan komunis di Cina menyebabkan lahirnya negara komunis Cina dengan nama Republik Rakyat Cina (RRC).
a. Cina Sebelum Perang Dunia II
Kehidupan bangsa Cina dikatakan memasuki masa modern setelah pemerintahannya berubah dari kekaisaran menjadi republik untuk pertama kalinya. Pada bulan Desember 1911 Republik Rakyat Cina terbentuk dengan Dr. Sun Yat Sen sebagai presidennya. Dinasti Manchu yang dipecundangi. Dr. Sun Yat Sen berusaha menyusun kekuatan kembali dengan meminta bantuan Yuan Shih Kay, mantan petinggi militer. Namun, Yuan Shih Kay bersimpati dengan perjuangan Dr. Sun Yat Sen dan berniat membantunya secara diam-diam. Atas bantuan dan perjuangannya, Dr. Sun Yat Sen meminta Yuan Shih Kay menjadi Presiden Republik Cina.
Yuan Shih Kay memerintah Cina secara diktator. Hal itu tentu saja mengecewakan kelompok revolusioner yang telah memberi kepercayaan Yuan Shih Kay memimpin Cina. Oleh karena itu, mereka kemudian membentuk Partai Nasional (Kuomintang) pada tahun 1913. Selanjutnya, kaum revolusioner mengadakan pemberontakan terhadap pemerintahan Yuan Shih Kay. Namun, revolusi mengalami kegagalan sehingga pemimpinnya melarikan diri ke Jepang. Yuan Shih Kay makin bertindak tidak simpatik terhadap para pendukungnya karena merasa paling kuat. Yuan Shih Kay berkeinginan menghidupkan kembali kekaisaran di Cina. Tentu saja keinginan itu ditentang para pengikutnya, terutama dari kalangan militer. Menjelang tahun 1916 pemerintahan di Beijing mulai melemah. Namun, militer yang menjadi inti kekuatannya di Utara masih mampu mengontrol wilayahnya. Dengan demikian, kaum militer sebenarnya yang berkuasa di Cina Utara. Sementara itu di Cina Selatan, kaum militer meminta Dr. Sun Yat Sen untuk mendirikan pemerintahan baru dan terbentuk di Kanton pada tahun 1917. Pada tahun 1922 pemerintahan republik runtuh dan kaum militer yang berkuasa.
Gambar 3.5 Dr. Sun Yat Sen
Sumber: The Bettman Archive
106 Sejarah SMA/MA Kelas XII Program IPA
Oleh karena ada dua pemerintahan dalam satu wilayah Cina, terjadilah perang saudara. Pada tahun 1919 Dr. Sun Yat Sen mengadakan pembenahan terhadap Partai Nasional dengan merekrut pada mahasiswa. Pada saat yang sama, ideologi komunis mulai menyusup di Cina dan banyak dianut mahasiswa yang berada di Beijing dan Shanghai. Pada tahun 1923 Uni Soviet mulai menjalin hubungan dengan pemerintah Cina. Uni Soviet mengirimkan beberapa penasihatnya ke Cina untuk membantu kaum nasionalis. Uni Soviet menyarankan agar kaum komunis dan nasionalis bersatu untuk melancarkan revolusi melawan pemerintahan militer di Utara.
Pada tahun 1925 Dr. Sun Yat Sen meninggal dan kepemimpinannya digantikan oleh Chiang Kai-shek seorang militer. Pada tahun 1926, para pemimpin militer di Utara berhasil ditundukkan oleh orang-orang nasionalis dan komunis. Namun, setahun kemudian, Chiang Kai-shek berbalik memusuhi kaum komunis. Pada tahun 1928 seluruh Cina berhasil disatukan dalam pemerintahan kaum nasionalis.
Meskipun kaum nasionalis berkuasa di Cina, sebenarnya mereka tidak mampu mengontrol seluruh wilayah Cina secara penuh. Gangguan yang dilakukan kaum komunis dan usaha agresi Jepang mewarnai masa pemerintahan kaum nasionalis. Kaum komunis berhasil mengonsolidasikan kekuasaannya di wilayah tengah dan selatan Cina. Namun, pada tahun 1934 Chiang Kai-shek berhasil mematahkan perlawanan kaum komunis. Akibat pertempuran tersebut, kaum komunis Cina mulai mengonsolidasikan kekuatannya di bagian Utara Cina. Untuk maksud itu, Mao Zedong, pemimpin Partai Komunis Cina mengajak pengikutnya melakukan perjalanan panjang melalui darat untuk mencapai Provinsi Shensi di Cina Utara. Kegiatan itu kemudian dikenal sebagai peristiwa Long March.
Jepang pada tahun 1931 mulai menguasai sebagian wilayah Cina.
Sementara itu, Chiang Kai-shek juga tidak mampu mengatasi agresi Jepang
karena sedang bertempur melawan kaum komunis. Pada tahun 1937 Jepang hampir menguasai seluruh wilayah Cina. Para kaum nasionalis mengundurkan diri dari Provinsi Szechwan dan menjadikan Chung-Ching sebagai ibu kota Negara sementara. Ketika Perang Dunia II berkecamuk, Cina menggabungkan diri dalam kelompok Sekutu. Namun, peperangan yang lama dan menguras berbagai sumber daya menyebabkan dukungan rakyat Cina pada kelompok nasionalis mulai mengendur. Kaum komunis pandai membaca situasi ini dan mengambil kesempatan memperluas pengaruhnya pada masyarakat. Akibatnya, kaum komunis berhasil merebut beberapa wilayah Cina di utara dari pemerintah
pendudukan Jepang yang mulai melemah. Kaum komunis kemudian memperkuat
pasukannya dan mengajak rakyat untuk membantu menyediakan makanan dan tempat perlindungan. Atas kebaikan penduduk di daerah pedesaan ini, kaum komunis kemudian melakukan revolusi sosial. Caranya dengan membagi-bagikan tanah kepada para petani dan penduduk pedesaan.
Hubungan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
dengan Perang Dunia II serta Perang Dingin
b. Cina Setelah Perang Dunia II
Ketika Perang Dunia II berakhir, kaum komunis telah berhasil menguasai
wilayah Cina bagian utara. Usaha untuk mengakhiri pertikaian di Cina setelah
Perang Dunia II juga telah dicoba dilakukan. Amerika Serikat sebagai salah satu
negara adidaya berusaha menghentikan perang saudara di Cina dengan
mengirim Jenderal George C. Marshall ke Cina pada tahun 1946. Tugasnya
adalah mengusahakan penyelesaian politik antara kaum nasionalis dan kaum
komunis. Namun, usaha itu mengalami kegagalan. Keunggulan pasukan dan taktik yang jitu dari kaum komunis dan keberhasilan revolusi sosial berhasil mengalahkan kaum nasionalis. Pasukan Mao Zedong setelah berhasil merebut Tientsin dan Beijing pada Januari 1949 berhasil memukul mundur pasukan kaum nasionalis ke wilayah selatan. Pada tanggal 1 Oktober 1949 Mao Zedong memproklamasikan berdirinya Republik Rakyat Cina dengan ibu kota Beijing. Sementara itu, Chiang Kai-shek dan para pengikutnya menyingkir ke Pulau Taiwan. Pemerintahan baru Cina ini mendapat dukungan militer dan ekonomi dari Uni Soviet. Kehadiran Cina dengan paham komunisnya tentu saja menjadi pesaing baru bagi Blok Barat. Kemampuan Cina membangun angkatan bersenjata dengan personal yang besar, kemampuan tenaga ahlinya yang mampu membuat bom atom, dan keberhasilannya dalam menata kepemilikan tanah (landreform) menjadi kekhawatiran tersendiri bagi Blok Barat.
Suasana Perang Dingin di wilayah Asia makin mencekam setelah komunis
Cina berusaha meluaskan ajaran Mao Zedong pada negara-negara berkembang
lainnya. Cina juga mulai melancarkan kebijakan ekspansi wilayah. Tibet adalah
wilayah yang pertama terkena kebijakan ekspansi Cina (1950). Kekuatan Cina
juga makin mengkhawatirkan Uni Soviet dan Amerika Serikat karena
peranannya dalam Perang Korea (1950–1953) dan klaimnya atas wilayah
Taiwan. Hubungan harmonis Cina dan Uni Soviet berakhir pada tahun 1960-
an. Hal itu disebabkan Cina sangat mengecam kebijakan Uni Soviet untuk hidup
berdampingan secara damai dengan Blok Barat. Cina beranggapan bahwa
konfrontasi dengan Barat yang menganut demokrasi liberal adalah hal yang
harus terjadi.
Cina bahkan menuduh Uni Soviet telah mengkhianati komunisme. Oleh
karena kejadian tersebut, sejak tahun 1960 Uni Soviet menghentikan pengiriman
para ahlinya ke Cina. Bahkan, Uni Soviet juga menolak membantu Cina ketika
terjadi perang di perbatasan dengan India pada tahun 1962. Cina makin
memusuhi Uni Soviet setelah negara itu menandatangani perjanjian kerja sama
uji coba persenjataan nuklir pada tahun 1963.
Gambar 3.6 Mao Zedong
Sumber: Encarta Encyclopedia
108 Sejarah SMA/MA Kelas XII Program IPA
Pada tahun 1966 Mao Zedong berusaha mengembalikan Cina ke jalur revolusioner karena ia melihat adanya pergeseran dalam pola hidup masyarakat Cina. Untuk memenuhi ambisinya itu, Mao Zedong melaksanakan Revolusi Kebudayaan. Namun, usaha ini pun mengalami kegagalan. Oleh karena itu, Mao Zedong menggunakan kekuatan militer untuk membenahi keadaan.
Pada tahun 1970-an beberapa negara Barat seperti Kanada menjalin hubungan diplomatik dengan RRC. Pada tahun 1971 Amerika Serikat dan sekutunya menerima RRC sebagai anggota PBB menggantikan Taiwan. Pada tahun 1976 Mao Zedong meninggal dunia. Sepeninggalnya terjadi perebutan kekuasaan di Cina. Kaum moderat pimpinan Hua Guofeng dan kaum radikal pimpinan Jiang Qing, janda Mao Zedong berebut kekuasaan pemerintahan. Perebutan kekuasaan itu akhirnya dimenangkan oleh kelompok moderat.
Pada tanggal 1 Januari 1979, Cina di bawah pimpinan Deng Xiaoping
membuka hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat. Meskipun Presiden
Amerika Serikat, Richard M. Nixon pada tahun 1972 pernah mengunjungi
Cina, kala itu Cina belum secara resmi menjalin hubungan diplomatik.
Sepeninggal Mao Zedong, bangsa Cina banyak mengalami perubahan. Kaum
moderat yang mendominasi Partai Komunis berusaha mengurangi kekaguman
dan pengutusan terhadap pemimpin besar Mao Zedong. Pemerintah Cina juga
menjalin hubungan dengan berbagai negara. Mereka juga berusaha
memodernisasi Cina dengan menerima bantuan dari luar negeri.
2. Perang Korea
Lahirnya kekuatan adidaya baru setelah Perang Dunia II, yaitu Amerika
Serikat dan Uni Soviet, menyebabkan perdamaian dunia yang diharapkan tidak
dapat terwujud dengan segera. Amerika Serikat dan Uni Soviet saling berebut
dan memperluas pengaruh ke seluruh dunia akibat perbedaan ideologi yang
dimiliki. Pertikaian tersebut salah satunya adalah berdampak pada terjadinya
Perang Korea. Perang saudara di Korea tersebut menyebabkan wilayahnya
sampai saat ini masih terbagi atas Korea Utara dan Korea Selatan.
a. Korea sebelum Perang Dunia II
Korea atau Hangguk dalam bahasa Korea adalah sebuah wilayah berupa
semenanjung yang berada di Asia Timur. Jepang sejak tahun 1593 telah mengincar wilayah Korea. Namun, berkat bantuan Cina, keinginan Jepang itu
dapat dibendung. Ketika Perang Cina–Jepang (1894–1895) berakhir, Jepang
makin intensif menggempur pertahanan Korea dan meningkatkan pengaruhnya.
Pada tahun 1910, Jepang berhasil menguasai wilayah Korea secara penuh.
Seperti halnya bentuk kolonialisme yang lain, Jepang juga melakukan eksploitasi
besar-besaran terhadap Korea. Semua sumber daya Korea dimanfaatkan untuk
kepentingan Jepang.
Jepang selain mengeksploitasi segala sumber daya Korea, juga
menumbuhkan rasa kebangsaan kepada orang Korea. Pada tanggal 1 Maret
1919, 33 prajurit Korea berkumpul di Taman Pagoda, Seoul untuk memproklamasikan kemerdekaannya. Peristiwa tersebut kemudian dikenal
sebagai Pergerakan Kemerdekaan Samit (1 Maret). Gerakan kemerdekaan
seperti itu tentu saja tidak dikehendaki oleh pemerintah pendudukan Jepang
karena gerakan tersebut jelas-jelas menghendaki keluarnya Jepang dari wilayah
Korea. Menghadapi keadaan itu, Jepang berusaha menggagalkan perlawanan
tersebut. Meskipun gerakan itu mengalami kegagalan, rakyat Korea telah terilhami dan membangkitkan semangat kebangsaan. Puncaknya, bangsa Korea berani melakukan perlawanan bersenjata seperti yang terjadi di Korea. Rakyat Korea juga berhasil mendirikan pemerintahan sementara di Shanghai.
b. Korea Setelah Perang Dunia II
Ketika Jepang menyerah dalam Perang Dunia II, pasukan Sekutu yang terdiri atas Amerika Serikat dan Uni Soviet segera menduduki Korea. Dengan alasan memusnahkan sisa-sisa kekuatan Jepang yang berada di Utara, Uni Soviet mulai melancarkan serangan dan menduduki wilayah itu pada tanggal 12 Agustus 1945.
Sementara itu, pasukan Amerika Serikat baru mendarat di Korea bagian selatan pada bulan September 1945. Dengan demikian, mulai saat itu wilayah Korea diduduki dua negara adidaya, Amerika Serikat di selatan dan Uni Soviet di utara. Garis lintang 38° menjadi batas wilayah yang mereka duduki. Mulai tahun 1948 pasukan Amerika Serikat banyak yang ditarik pulang ke negerinya. Hanya para penasihat militer dalam jumlah kecil yang ditinggalkan di tempat itu. Hal itu berkaitan dengan mulai terbentuknya pemerintahan Republik Korea (Selatan) pada tanggal 15 Agustus 1948. Pusat pemerintahannya ditempatkan di Seoul. Presiden pertama Republik Korea adalah Dr. Syngman Rhee. Uni Soviet ternyata berbuat sama terhadap wilayah yang didudukinya di utara. Uni Soviet membentuk Republik Demokratik Rakyat Korea (Korea Utara) pada tanggal 1 Mei 1948. Uni Soviet mengangkat Kim Il Sung sebagai presidennya. Uni Soviet baru meninggalkan Korea Utara setelah menandatangani perjanjian tentang pemberian bantuan ekonomi, militer, dan teknologi pada negara satelitnya itu. Korea Utara juga menjalin hubungan diplomatik dengan Cina. Dengan demikian, makin kukuh kekuatan komunis di Asia. Suasana tegang mulai terasa di Semenanjung Korea, setelah pihak Utara mulai memprovokasi dengan berbagai pelanggaran di perbatasan pada sekitar tahun 1949. Dengan alasan untuk menyatukan kembali Korea, pada tanggal 25 Juli 1950 tentara Korea Utara melintasi garis demarkasi dan menyerbu Korea Selatan. Tentara Korea Selatan karena persenjataannya tidak memadai tidak berhasil menghalau tentara Korea Utara.
Gambar 3.7 Presiden Korea Utara dan Korea Selatan
Sumber: Encarta Encyclopedia
110 Sejarah SMA/MA Kelas XII Program IPA
Atas agresi Korea Utara itu, Korea Selatan mengadukan masalah itu ke
Dewan Keamanan PBB. Sebagai solusinya, Dewan Keamanan PBB
mengeluarkan resolusi yang intinya memerintahkan pihak Korea Utara menarik
pasukannya hingga garis lintang 38°. Selain itu, Dewan Keamanan PBB juga
meminta bantuan anggota PBB untuk memberi bantuan militer ke Korea. Untuk
itu, segera dibentuk pasukan PBB yang berasal dari enam belas negara anggota.
Amerika Serikat mendapat mandat Dewan Keamanan PBB untuk memimpin
pasukan PBB ke Korea. Sebagai komandan pasukan PBB dipilih Jenderal
Douglas Mac Arthur. Pasukan PBB berhasil mendesak pasukan Korea Utara
bahkan melewati garis lintang 38°. Pada tanggal 19 Oktober 1950 pasukan
PBB berhasil menduduki Pyongyang, ibu kota Korea Utara. Langkah itu
dilakukan pasukan PBB karena menurut Mac Arthur keamanan di Semenanjung
Korea akan terjadi apabila dua negara itu disatukan.
Cina yang menjalin hubungan diplomatik dan seideologi dengan Korea
Utara tidak menerima tindakan pasukan PBB tersebut. Cina berpendapat bahwa
itu hanya strategi Amerika Serikat saja untuk memperluas pengaruhnya di Korea.
Oleh karena tidak menerima tindakan pasukan PBB, Cina mengirimkan
pasukannya dan membantu pertahanan pasukan Korea Utara. Pada tanggal 4
Januari 1951 pasukan PBB terdesak pasukan gabungan Cina–Korea Utara.
Bahkan, ibu kota Korea Selatan, Seoul jatuh ke tangan pasukan gabungan. Atas
peristiwa yang mengejutkan tersebut, Dewan Keamanan PBB kembali bersidang.
Dewan Keamanan PBB mengambil keputusan bahwa tindakan Cina membantu
Korea Utara adalah salah dan sebagai konsekuensinya dijalankan embargo
ekonomi terhadap negara tersebut. Pada tanggal 12 Maret 1951 pasukan PBB
yang telah mengonsolidasikan diri berhasil merebut kembali kota Seoul, Korea
Selatan.
Gencatan senjata antara Korea Utara dan Korea Selatan terjadi setelah Uni
Soviet turut campur tangan. Kesepakatan perdamaian tercapai pada tanggal
27 Juli 1953. Pada hari itu, ditandatangani Persetujuan P’an Munjom yang
menegaskan adanya dua Korea seperti yang kita kenal sekarang. Perang Korea
yang berlangsung selama tiga tahun 1950–1953 telah menghancurkan segala
sumber daya Korea. Jutaan orang kehilangan tempat tinggal dan terpisah dari
keluarga mereka. Kerusakan itu makin menyedihkan. Oleh karena itu merupakan
perang saudara sesama Korea dan meninggalkan luka yang masih terasa hingga
sekarang.
3. Revolusi Kuba
Kuba adalah negara pulau yang terletak di Teluk Meksiko, Laut Karibia.
Kuba merupakan negara yang terkenal dengan cerutunya. Kuba sebelumnya
juga lama menjadi jajahan Spanyol. Pada masa Perang Dingin, Kuba yang
letaknya sangat strategis juga tidak luput dari incaran perluasan pengaruh dan
ideologi negara adidaya. Kuba merupakan negara republik komunis pertama
yang berada di belahan bumi Barat. Letak Kuba yang dekat dengan negara
Amerika Serikat menjadi ancaman serius bagi Amerika Serikat.
Hubungan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dengan Perang Dunia II serta Perang Dingin 111
a. Kuba sebelum Perang Dunia II
Kuba pertama kali ditemukan oleh Columbus, orang Spanyol pada tahun
1492. Seperti halnya tempat-tempat lain yang ditemukan orang Eropa dalam
masa penjelajahan samudra, yaitu diakui sebagai miliknya, begitu pula dengan
nasib Kuba. Columbus segera mengklaim bahwa Kuba adalah milik Spanyol.
Sejak saat itu, Kuba menjadi koloni Spanyol. Pada sekitar tahun 1868–1878 di
Kuba timbul gerakan menuntut kemerdekaan. Perang Kemerdekaan tahap kedua
muncul pada tahun 1895 dengan dipimpin Jose Marti.
Amerika Serikat mendukung gerakan itu setelah kapal perangnya Marine
yang dikirim untuk melindungi warga negaranya di Kuba meledak misterius.
Amerika Serikat menganggap itu merupakan sabotase yang dilakukan Spanyol.
Oleh karena itu, Amerika Serikat membantu Kuba menyingkirkan Spanyol.
Wilayah Kuba sampai tahun 1902 mendapat perlindungan dari Amerika
Serikat. Pada tahun 1933 kelompok revolusioner yang dipimpin oleh Fulqencio
Batista berhasil mengambil alih pemerintahan di Kuba. Batista memerintah
Kuba secara diktator. Pada masa pemerintahan Batista, korupsi makin merajalela.
b. Kuba setelah Perang Dunia II
Kondisi rakyat Kuba yang sangat memprihatinkan pada masa pemerintahan
Batista, menggugah semangat salah seorang anak bangsa untuk memperbaikinya.
Fidel Castro seorang putra tuan tanah kaya raya tidak tahan melihat
penderitaan rakyat Kuba. Pada tahun 1953 Castro mencoba melakukan kudeta,
tetapi gagal. Akibatnya, Castro dijatuhi hukuman lima belas tahun penjara.
Namun, baru menjalani hukuman selama dua tahun, Castro telah dibebaskan.
Penjara tidak membuat Castro jera dalam memperjuangkan keinginannya.
Setelah keluar dari penjara Castro kembali menghimpun kekuatan. Castro
melatih pengikutnya di dekat kota Meksiko. Pada tahun 1956, Castro bersama
para pengikut setianya kembali berusaha menggulingkan kekuasaan Presiden
Batista. Selama hampir tiga tahun Castro berusaha merebut kekuasaan di Kuba.
Pada tahun 1959 Batista meninggalkan Kuba dan digantikan Castro.
Fidel Castro sebenarnya bukan seorang komunis. Hal itu seperti
pernyataannya yang mengatakan, “Revolusi kita bukan berwarna merah,
melainkan hijau zaitun.” Kata-kata Castro itu menunjuk pada warna seragam
yang ia pakai bersama pengikutnya. Bahkan, Castro juga mengutuk komunis
dengan konsepnya yang totaliter. Castro juga berusaha membersihkan
tindakannya yang dianggap disponsori komunis dengan berpidato di Universitas
Princeton, Amerika Serikat. Dalam pidato tersebut, Castro menyatakan bahwa,
“... bertentangan dengan pola Revolusi Rusia dan model Marxis bahwa di Kuba
tidak berdasarkan perjuangan kelas .... Revolusi Kuba juga tidak berniat
meniadakan kepemilikan swasta.”
Namun, pemerintah Amerika Serikat tetap memandang bahwa revolusi
yang dikobarkan Castro disponsori pihak komunis. Hal ini akibat tindakan Castro
yang banyak mengubah kehidupan Kuba yang mendekati slogan komunis, sama
rasa sama rata. Castro banyak membangun sekolah dan rumah bagi orang yang
112 Sejarah SMA/MA Kelas XII Program IPA
tidak mampu. Pemerintah Kuba juga mulai mengontrol semua penerbitan surat
kabar serta siaran radio dan televisi. Tindakan Castro makin lama
mengkhawatirkan pemerintah Amerika Serikat. Hal itu disebabkan Castro makin
berani menasionalisasi perusahaan-perusahaan asing yang berada di Kuba.
Akibatnya, Amerika Serikat mengambil tindakan tegas, yaitu menghentikan
hubungan dengan Kuba pada tahun 1961. Menghadapi kenyataan itu Fidel
Castro selanjutnya segera menjalin hubungan dengan negara-negara komunis,
seperti Cina dan Uni Soviet. Dari negara-negara tersebut, Kuba berharap agar
mereka bersedia memberi bantuan ekonomi guna melaksanakan dan
melanjutkan pembangunan.
Pemerintah Amerika Serikat yang mendapati kenyataan bahwa Kuba telah
masuk blok komunis makin khawatir atas keselamatan negaranya. Hal itu
beralasan karena jarak Kuba dengan Amerika Serikat tidak lebih dari 10 mil.
Atas kekhawatiran itu, pemerintah Amerika Serikat berniat menggulingkan
pemerintahan Fidel Castro yang prokomunis. Untuk mencapai maksud itu,
pemerintah Amerika Serikat akan menggunakan para pelarian Kuba yang tinggal
di Amerika Serikat. Dari orang-orang pelarian Kuba itu, Amerika Serikat
berharap dapat menguasai Teluk Babi yang dapat dipakai sebagai lompatan
untuk menundukkan Havana, ibu kota Kuba. Dinas intelejen Amerika Serikat
(CIA) bertugas melatih orang-orang pelarian Kuba agar berhasil dalam misinya.
Sekitar 1.200 orang pelarian Kuba di Amerika Serikat berhasil dikumpulkan
dan dilatih kemiliteran.
Presiden baru Amerika Serikat, John Fietzgeerald Kennedy juga menyetujui
rencana penggulingan Fidel Castro melalui orang-orang Kuba sendiri. Kennedy
bahkan memerintahkan untuk memberi perlindungan dan pengawalan dalam
penyerbuan Teluk Babi melalui pelarian orang-orang Kuba dilaksanakan.
Peristiwa itu kemudian disebut The Bay Pig’s Episode atau Insiden Teluk Babi.
Namun, pada detik-detik terakhir penyerangan, Kennedy memerintahkan
membatalkan bantuan perlindungan dan pengawalan. Akibatnya mudah diduga,
pemerintah Kuba sangat mudah mematahkan penyerbuan orang-orang Kuba
pelarian itu. Atas Insiden tersebut, hubungan Kuba dan Amerika Serikat makin
renggang. Sementara itu, pemimpin Uni Soviet, Khruschev segera memanfaatkan
situasi atas insiden Teluk Babi tersebut dan begitu intensif mendekati Kuba.
Ia menawarkan paket bantuan ekonomi yang lebih besar lagi apabila Kuba
bersedia mengizinkan Uni Soviet membangun pangkalan militer dan
menempatkan rudal nuklirnya di wilayah tersebut. Ia berencana rudal-rudalnya
akan dapat diarahkan ke Amerika Serikat tanpa ada hambatan.
Keinginan Uni Soviet tentu saja mendapat tantangan dari Amerika Serikat.
Presiden Kennedy menyatakan bahwa penempatan rudal Uni Soviet di Kuba
merupakan ancaman langsung terhadap Amerika Serikat. Oleh karena itu,
pemerintah Amerika Serikat akan mengambil segala cara dan tindakan untuk
menggagalkannya. Salah satu tindakan Amerika Serikat dalam menggagalkan
pembangunan pangkalan militer dan rudal Uni Soviet adalah menghadang setiap
kapal Uni Soviet yang menuju ke Kuba. Tentu saja tindakan itu menimbulkan
krisis yang hampir membawa dunia dalam perang nuklir.
Hubungan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dengan Perang Dunia II serta Perang Dingin 113
Karena merasa belum berimbang kekuatan militernya, akhirnya Uni Soviet
membatalkan penempatan pangkalan militer dan rudalnya di Kuba. Apalagi,
Amerika Serikat juga berjanji tidak akan mencampuri urusan dalam negeri Kuba.
Hubungan baik Kuba dengan Amerika Serikat mulai membaik lagi pada tahun
1973 setelah kedua negara membuat perjanjian mengenai pertukaran pembajak.
Pada tahun 1975 embargo ekonomi pada Kuba yang dilakukan Amerika Serikat
mulai dihapus. Namun, hubungan Amerika–Kuba memanas lagi setelah pada
akhir tahun 1975 Kuba mengirim pasukannya ke Angola.
Dari kejadian di Kuba itu, dua negara adidaya, yaitu Amerika Serikat dan
Uni Soviet, akhirnya juga menyadari betapa bahayanya apabila perang terbuka
yang merembet pada perang nuklir terjadi. Oleh karena itu, untuk meminimalisasi
terjadinya perang nuklir dan akibatnya, kedua negara adidaya sepakat melakukan
pembicaraan pengurangan senjata.
Kuba merupakan negara yang perjalanan sejarah politiknya diwarnai oleh pemerintahan diktatorial yang saling menjatuhkan melalui proses kudeta. Tahun 1924, Kuba dipimpin Gerrardo Machado . Tahun 1933, puncak perlawanan rakyat Kuba diwakili oleh kelompok pekerja dan buruh. Akhirnya, pemerintahan machado ditumbangkan oleh kekuatan militer pimpinan Fulgencio Batista. Batista menguasai Kuba tahun 1940. Pada kurun waktu tahun 1940 himgga tahun 1944, dibawah kekuasaan diktatorial Batista, Kuba mengalami masa yang penuh dengan ketakutan dan state-terrorism. Kondisi state-terrorism adalah kondisi apabila aparatur pemerintahan melaksanakan teror dan kekejaman terhadap rakyatnya dengan mengguanakan segenap perangkat negara. Melalui polisi dan tentara , Batista melancarkan segenap pengekangan terhadap kehidupan sosial politik masyarakat.
Kepemimpinan Batista yang diktator sebenarnya sempat berakhir tahun 1944 dengan terpilih nya Carlos Prio secara demokratis dalam pemilihan umum. Akan tetapi, Batista kembali berkuasa tahun 1952 hingga 1958. Pada masa kepemimpinannya yang kedua ini, pemerintahan Batista mengalami banyak perlawanan dari berbagai gerakan rakyat dan gerilyawan revolusioner.
Penyerangan Castro yang pertama terjadi pada 26 Juli 1953 yang dikenal dengan 26th of July Movement. Fidel Castro bersama pasukannya menyerang pangkalan militer Moncada di Kota Santiago. Castro pun ditangkap dan dipenjarakan hingga tahun 1955. Pada proses pengadilannya, pidato Castro yang berjudul “SEJARAH LAH YANG AKAN MEMBEBASKANKU” menjadi penggugah semangat rakyat Kuba untuk bangkit melawan diktatorianisme Batista, sekaligus menjadi simbol Revolusi Kuba. Setelah dibebaskan tahun 1955, Castro pergi ke Meksiko dan Amerika Serikat untuk menggalamg dukungan dan dana untuk aksi perlawanannya terhadap pemerintahan Batista. Di dalam perjalanan itulah, sewaktu berada di Meksiko, Fidel Castro bertemu dengan Ernesto “Che” Guevara, yang menjadi sekutu dekatnya dalam menggulingkan pemerintahan Batista. Tahun 1956 setelah menyusun dan membangun rencana kekuatan, Fidel Castro bersama Che Guevara dan anggota pasukan lainnya kembali melakukan penyerangan terhadap kekuatan militer Batista.
Pada bulan Maret 1958, pasukan Castro memasuki Havana dan mengalahkan kekuatan militer Batista. Penggulingan pemerintahan Batista dan kemenangan Castro atas rezim pemerintahan Batista itu disebut Revolusi Kuba. Kemudian, Castro menjadi pemimpin Kuba dengan haluan komunisme.
Amerika Serikat melihat kekuatan komunis di Kuba sebagai sebuah ancaman karena 2 faktor. Pertama, ada efek domino penyebaran paham komunisme dikawasan Kuba. Kedua, kondisi kedekatan jarak antara Kuba dan Amerika Serikat berdampak pada dekatnya jarak tempur Kuba untuk mencapai kawasan Amerika Serikat. Adanya kesamaan paham dan kerja sama erat antara Kuba dan Uni Soviet memungkinkan Uni Soviet menyimpan salah satu rudalnya di kawasan Kuba. Hal itu dapat berdampak pada terciptanya sebuah efek domino dan Proxy War di kawasan Amerika Latin.
Ketenggangan perang dingin antara Kuba dan Amerika Serikat memuncak pada Oktober 1962. Peristiwa tersebut dikenal dengan nama Krisis Misil Kuba. Peristiwa itu di awali dengan adanya laporan dari pesawat mata-mata Amerika Serikat tentang adanya aktivitas pembangunan instalasi senjata nuklir Uni Soviet di Kuba yang tergolong kedalam jenis Intermediate Range Ballistic Missles (IRBMs). Taktik yang digunakan oleh Kennedy adalah dengan memblokade perairan disekitar Kuba dari masuknya armada kapal selam Uni Soviet yang membawa hulu ledak nuklir ke Kuba. Ia menggunakan istilah “Karantina Laut”, sebagai sebuah istilah menurut Kennedy tepat. Krisis tersebut berjalan selama 13 hari.
Krisis misil Kuba berakhir dengan adanya kesepakatan antar nikita Khruschev dan John F. Kennedy. Kesepakatan itu terdiri atas 2 hal. Pertama, Uni Soviet setuju untuk menarik semua hulu ledak nuklirnya dari Kuba dan tidak membangun instalasi senjata nuklir disana. Kedua, Amerika Serikat tidak diperbolehkan menginvasi Kuba.
Hubungan Pemerintahan Komunis di Cina, Perang Korea, dan Revolusi Kuba dengan Perluasan Perang Dingin ke Luar Eropa
Amerika Serikat dan Uni Soviet sebagai negara adidaya baru setelah perang
dunia masing-masing saling berusaha memperluas pengaruhnya ke seluruh
penjuru dunia. Berbagai cara mereka lakukan untuk meluaskan pengaruh itu.
Bantuan ekonomi, tenaga ahli, bahkan peralatan perang mereka berikan asalkan
negara tersebut bersedia menjadi pengikutnya. Usaha melakukan pengaruh dan
mencari kawan sebanyak-banyaknya tidak hanya dilakukan di kawasan Eropa,
tetapi juga keluar Eropa.
Wilayah Asia yang mempunyai jumlah penduduk padat dan kekayaan
melimpah menjadi incaran utama kedua negara adidaya. Apalagi, negara-negara
di kawasan Asia mayoritas merupakan negara yang baru merdeka setelah Perang
Dunia II sehingga menjadi sasaran empuk untuk memperluas pengaruh. Negara-negara baru tersebut tentunya membutuhkan modal besar untuk memperbaiki
keadaan dan menjalankan pemerintahan. Sementara itu, kedua negara adidaya
tersebut memiliki apa yang dibutuhkan oleh negara-negara baru. Ibarat saling
menguntungkan, terjadilah hubungan antara negara-negara baru dan negara
adidaya.
1. Pemerintahan Komunis di Cina
Pada akhir tahun 1949, Amerika Serikat sebagai pemimpin Blok Barat (liberal kapitalis) dikejutkan dengan telah meluasnya pengaruh sosialis komunis di wilayah Asia. Keterkejutan negara adidaya Amerika Serikat disebabkan oleh kemenangan komunis di daratan Cina. Kemenangan komunis di Cina menyebabkan lahirnya negara komunis Cina dengan nama Republik Rakyat Cina (RRC).
a. Cina Sebelum Perang Dunia II
Kehidupan bangsa Cina dikatakan memasuki masa modern setelah pemerintahannya berubah dari kekaisaran menjadi republik untuk pertama kalinya. Pada bulan Desember 1911 Republik Rakyat Cina terbentuk dengan Dr. Sun Yat Sen sebagai presidennya. Dinasti Manchu yang dipecundangi. Dr. Sun Yat Sen berusaha menyusun kekuatan kembali dengan meminta bantuan Yuan Shih Kay, mantan petinggi militer. Namun, Yuan Shih Kay bersimpati dengan perjuangan Dr. Sun Yat Sen dan berniat membantunya secara diam-diam. Atas bantuan dan perjuangannya, Dr. Sun Yat Sen meminta Yuan Shih Kay menjadi Presiden Republik Cina.
Yuan Shih Kay memerintah Cina secara diktator. Hal itu tentu saja mengecewakan kelompok revolusioner yang telah memberi kepercayaan Yuan Shih Kay memimpin Cina. Oleh karena itu, mereka kemudian membentuk Partai Nasional (Kuomintang) pada tahun 1913. Selanjutnya, kaum revolusioner mengadakan pemberontakan terhadap pemerintahan Yuan Shih Kay. Namun, revolusi mengalami kegagalan sehingga pemimpinnya melarikan diri ke Jepang. Yuan Shih Kay makin bertindak tidak simpatik terhadap para pendukungnya karena merasa paling kuat. Yuan Shih Kay berkeinginan menghidupkan kembali kekaisaran di Cina. Tentu saja keinginan itu ditentang para pengikutnya, terutama dari kalangan militer. Menjelang tahun 1916 pemerintahan di Beijing mulai melemah. Namun, militer yang menjadi inti kekuatannya di Utara masih mampu mengontrol wilayahnya. Dengan demikian, kaum militer sebenarnya yang berkuasa di Cina Utara. Sementara itu di Cina Selatan, kaum militer meminta Dr. Sun Yat Sen untuk mendirikan pemerintahan baru dan terbentuk di Kanton pada tahun 1917. Pada tahun 1922 pemerintahan republik runtuh dan kaum militer yang berkuasa.
Gambar 3.5 Dr. Sun Yat Sen
Sumber: The Bettman Archive
106 Sejarah SMA/MA Kelas XII Program IPA
Oleh karena ada dua pemerintahan dalam satu wilayah Cina, terjadilah perang saudara. Pada tahun 1919 Dr. Sun Yat Sen mengadakan pembenahan terhadap Partai Nasional dengan merekrut pada mahasiswa. Pada saat yang sama, ideologi komunis mulai menyusup di Cina dan banyak dianut mahasiswa yang berada di Beijing dan Shanghai. Pada tahun 1923 Uni Soviet mulai menjalin hubungan dengan pemerintah Cina. Uni Soviet mengirimkan beberapa penasihatnya ke Cina untuk membantu kaum nasionalis. Uni Soviet menyarankan agar kaum komunis dan nasionalis bersatu untuk melancarkan revolusi melawan pemerintahan militer di Utara.
Pada tahun 1925 Dr. Sun Yat Sen meninggal dan kepemimpinannya digantikan oleh Chiang Kai-shek seorang militer. Pada tahun 1926, para pemimpin militer di Utara berhasil ditundukkan oleh orang-orang nasionalis dan komunis. Namun, setahun kemudian, Chiang Kai-shek berbalik memusuhi kaum komunis. Pada tahun 1928 seluruh Cina berhasil disatukan dalam pemerintahan kaum nasionalis.
Meskipun kaum nasionalis berkuasa di Cina, sebenarnya mereka tidak mampu mengontrol seluruh wilayah Cina secara penuh. Gangguan yang dilakukan kaum komunis dan usaha agresi Jepang mewarnai masa pemerintahan kaum nasionalis. Kaum komunis berhasil mengonsolidasikan kekuasaannya di wilayah tengah dan selatan Cina. Namun, pada tahun 1934 Chiang Kai-shek berhasil mematahkan perlawanan kaum komunis. Akibat pertempuran tersebut, kaum komunis Cina mulai mengonsolidasikan kekuatannya di bagian Utara Cina. Untuk maksud itu, Mao Zedong, pemimpin Partai Komunis Cina mengajak pengikutnya melakukan perjalanan panjang melalui darat untuk mencapai Provinsi Shensi di Cina Utara. Kegiatan itu kemudian dikenal sebagai peristiwa Long March.
Jepang pada tahun 1931 mulai menguasai sebagian wilayah Cina.
Sementara itu, Chiang Kai-shek juga tidak mampu mengatasi agresi Jepang
karena sedang bertempur melawan kaum komunis. Pada tahun 1937 Jepang hampir menguasai seluruh wilayah Cina. Para kaum nasionalis mengundurkan diri dari Provinsi Szechwan dan menjadikan Chung-Ching sebagai ibu kota Negara sementara. Ketika Perang Dunia II berkecamuk, Cina menggabungkan diri dalam kelompok Sekutu. Namun, peperangan yang lama dan menguras berbagai sumber daya menyebabkan dukungan rakyat Cina pada kelompok nasionalis mulai mengendur. Kaum komunis pandai membaca situasi ini dan mengambil kesempatan memperluas pengaruhnya pada masyarakat. Akibatnya, kaum komunis berhasil merebut beberapa wilayah Cina di utara dari pemerintah
pendudukan Jepang yang mulai melemah. Kaum komunis kemudian memperkuat
pasukannya dan mengajak rakyat untuk membantu menyediakan makanan dan tempat perlindungan. Atas kebaikan penduduk di daerah pedesaan ini, kaum komunis kemudian melakukan revolusi sosial. Caranya dengan membagi-bagikan tanah kepada para petani dan penduduk pedesaan.
Hubungan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
dengan Perang Dunia II serta Perang Dingin
b. Cina Setelah Perang Dunia II
Ketika Perang Dunia II berakhir, kaum komunis telah berhasil menguasai
wilayah Cina bagian utara. Usaha untuk mengakhiri pertikaian di Cina setelah
Perang Dunia II juga telah dicoba dilakukan. Amerika Serikat sebagai salah satu
negara adidaya berusaha menghentikan perang saudara di Cina dengan
mengirim Jenderal George C. Marshall ke Cina pada tahun 1946. Tugasnya
adalah mengusahakan penyelesaian politik antara kaum nasionalis dan kaum
komunis. Namun, usaha itu mengalami kegagalan. Keunggulan pasukan dan taktik yang jitu dari kaum komunis dan keberhasilan revolusi sosial berhasil mengalahkan kaum nasionalis. Pasukan Mao Zedong setelah berhasil merebut Tientsin dan Beijing pada Januari 1949 berhasil memukul mundur pasukan kaum nasionalis ke wilayah selatan. Pada tanggal 1 Oktober 1949 Mao Zedong memproklamasikan berdirinya Republik Rakyat Cina dengan ibu kota Beijing. Sementara itu, Chiang Kai-shek dan para pengikutnya menyingkir ke Pulau Taiwan. Pemerintahan baru Cina ini mendapat dukungan militer dan ekonomi dari Uni Soviet. Kehadiran Cina dengan paham komunisnya tentu saja menjadi pesaing baru bagi Blok Barat. Kemampuan Cina membangun angkatan bersenjata dengan personal yang besar, kemampuan tenaga ahlinya yang mampu membuat bom atom, dan keberhasilannya dalam menata kepemilikan tanah (landreform) menjadi kekhawatiran tersendiri bagi Blok Barat.
Suasana Perang Dingin di wilayah Asia makin mencekam setelah komunis
Cina berusaha meluaskan ajaran Mao Zedong pada negara-negara berkembang
lainnya. Cina juga mulai melancarkan kebijakan ekspansi wilayah. Tibet adalah
wilayah yang pertama terkena kebijakan ekspansi Cina (1950). Kekuatan Cina
juga makin mengkhawatirkan Uni Soviet dan Amerika Serikat karena
peranannya dalam Perang Korea (1950–1953) dan klaimnya atas wilayah
Taiwan. Hubungan harmonis Cina dan Uni Soviet berakhir pada tahun 1960-
an. Hal itu disebabkan Cina sangat mengecam kebijakan Uni Soviet untuk hidup
berdampingan secara damai dengan Blok Barat. Cina beranggapan bahwa
konfrontasi dengan Barat yang menganut demokrasi liberal adalah hal yang
harus terjadi.
Cina bahkan menuduh Uni Soviet telah mengkhianati komunisme. Oleh
karena kejadian tersebut, sejak tahun 1960 Uni Soviet menghentikan pengiriman
para ahlinya ke Cina. Bahkan, Uni Soviet juga menolak membantu Cina ketika
terjadi perang di perbatasan dengan India pada tahun 1962. Cina makin
memusuhi Uni Soviet setelah negara itu menandatangani perjanjian kerja sama
uji coba persenjataan nuklir pada tahun 1963.
Gambar 3.6 Mao Zedong
Sumber: Encarta Encyclopedia
108 Sejarah SMA/MA Kelas XII Program IPA
Pada tahun 1966 Mao Zedong berusaha mengembalikan Cina ke jalur revolusioner karena ia melihat adanya pergeseran dalam pola hidup masyarakat Cina. Untuk memenuhi ambisinya itu, Mao Zedong melaksanakan Revolusi Kebudayaan. Namun, usaha ini pun mengalami kegagalan. Oleh karena itu, Mao Zedong menggunakan kekuatan militer untuk membenahi keadaan.
Pada tahun 1970-an beberapa negara Barat seperti Kanada menjalin hubungan diplomatik dengan RRC. Pada tahun 1971 Amerika Serikat dan sekutunya menerima RRC sebagai anggota PBB menggantikan Taiwan. Pada tahun 1976 Mao Zedong meninggal dunia. Sepeninggalnya terjadi perebutan kekuasaan di Cina. Kaum moderat pimpinan Hua Guofeng dan kaum radikal pimpinan Jiang Qing, janda Mao Zedong berebut kekuasaan pemerintahan. Perebutan kekuasaan itu akhirnya dimenangkan oleh kelompok moderat.
Pada tanggal 1 Januari 1979, Cina di bawah pimpinan Deng Xiaoping
membuka hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat. Meskipun Presiden
Amerika Serikat, Richard M. Nixon pada tahun 1972 pernah mengunjungi
Cina, kala itu Cina belum secara resmi menjalin hubungan diplomatik.
Sepeninggal Mao Zedong, bangsa Cina banyak mengalami perubahan. Kaum
moderat yang mendominasi Partai Komunis berusaha mengurangi kekaguman
dan pengutusan terhadap pemimpin besar Mao Zedong. Pemerintah Cina juga
menjalin hubungan dengan berbagai negara. Mereka juga berusaha
memodernisasi Cina dengan menerima bantuan dari luar negeri.
2. Perang Korea
Lahirnya kekuatan adidaya baru setelah Perang Dunia II, yaitu Amerika
Serikat dan Uni Soviet, menyebabkan perdamaian dunia yang diharapkan tidak
dapat terwujud dengan segera. Amerika Serikat dan Uni Soviet saling berebut
dan memperluas pengaruh ke seluruh dunia akibat perbedaan ideologi yang
dimiliki. Pertikaian tersebut salah satunya adalah berdampak pada terjadinya
Perang Korea. Perang saudara di Korea tersebut menyebabkan wilayahnya
sampai saat ini masih terbagi atas Korea Utara dan Korea Selatan.
a. Korea sebelum Perang Dunia II
Korea atau Hangguk dalam bahasa Korea adalah sebuah wilayah berupa
semenanjung yang berada di Asia Timur. Jepang sejak tahun 1593 telah mengincar wilayah Korea. Namun, berkat bantuan Cina, keinginan Jepang itu
dapat dibendung. Ketika Perang Cina–Jepang (1894–1895) berakhir, Jepang
makin intensif menggempur pertahanan Korea dan meningkatkan pengaruhnya.
Pada tahun 1910, Jepang berhasil menguasai wilayah Korea secara penuh.
Seperti halnya bentuk kolonialisme yang lain, Jepang juga melakukan eksploitasi
besar-besaran terhadap Korea. Semua sumber daya Korea dimanfaatkan untuk
kepentingan Jepang.
Jepang selain mengeksploitasi segala sumber daya Korea, juga
menumbuhkan rasa kebangsaan kepada orang Korea. Pada tanggal 1 Maret
1919, 33 prajurit Korea berkumpul di Taman Pagoda, Seoul untuk memproklamasikan kemerdekaannya. Peristiwa tersebut kemudian dikenal
sebagai Pergerakan Kemerdekaan Samit (1 Maret). Gerakan kemerdekaan
seperti itu tentu saja tidak dikehendaki oleh pemerintah pendudukan Jepang
karena gerakan tersebut jelas-jelas menghendaki keluarnya Jepang dari wilayah
Korea. Menghadapi keadaan itu, Jepang berusaha menggagalkan perlawanan
tersebut. Meskipun gerakan itu mengalami kegagalan, rakyat Korea telah terilhami dan membangkitkan semangat kebangsaan. Puncaknya, bangsa Korea berani melakukan perlawanan bersenjata seperti yang terjadi di Korea. Rakyat Korea juga berhasil mendirikan pemerintahan sementara di Shanghai.
b. Korea Setelah Perang Dunia II
Ketika Jepang menyerah dalam Perang Dunia II, pasukan Sekutu yang terdiri atas Amerika Serikat dan Uni Soviet segera menduduki Korea. Dengan alasan memusnahkan sisa-sisa kekuatan Jepang yang berada di Utara, Uni Soviet mulai melancarkan serangan dan menduduki wilayah itu pada tanggal 12 Agustus 1945.
Sementara itu, pasukan Amerika Serikat baru mendarat di Korea bagian selatan pada bulan September 1945. Dengan demikian, mulai saat itu wilayah Korea diduduki dua negara adidaya, Amerika Serikat di selatan dan Uni Soviet di utara. Garis lintang 38° menjadi batas wilayah yang mereka duduki. Mulai tahun 1948 pasukan Amerika Serikat banyak yang ditarik pulang ke negerinya. Hanya para penasihat militer dalam jumlah kecil yang ditinggalkan di tempat itu. Hal itu berkaitan dengan mulai terbentuknya pemerintahan Republik Korea (Selatan) pada tanggal 15 Agustus 1948. Pusat pemerintahannya ditempatkan di Seoul. Presiden pertama Republik Korea adalah Dr. Syngman Rhee. Uni Soviet ternyata berbuat sama terhadap wilayah yang didudukinya di utara. Uni Soviet membentuk Republik Demokratik Rakyat Korea (Korea Utara) pada tanggal 1 Mei 1948. Uni Soviet mengangkat Kim Il Sung sebagai presidennya. Uni Soviet baru meninggalkan Korea Utara setelah menandatangani perjanjian tentang pemberian bantuan ekonomi, militer, dan teknologi pada negara satelitnya itu. Korea Utara juga menjalin hubungan diplomatik dengan Cina. Dengan demikian, makin kukuh kekuatan komunis di Asia. Suasana tegang mulai terasa di Semenanjung Korea, setelah pihak Utara mulai memprovokasi dengan berbagai pelanggaran di perbatasan pada sekitar tahun 1949. Dengan alasan untuk menyatukan kembali Korea, pada tanggal 25 Juli 1950 tentara Korea Utara melintasi garis demarkasi dan menyerbu Korea Selatan. Tentara Korea Selatan karena persenjataannya tidak memadai tidak berhasil menghalau tentara Korea Utara.
Gambar 3.7 Presiden Korea Utara dan Korea Selatan
Sumber: Encarta Encyclopedia
110 Sejarah SMA/MA Kelas XII Program IPA
Atas agresi Korea Utara itu, Korea Selatan mengadukan masalah itu ke
Dewan Keamanan PBB. Sebagai solusinya, Dewan Keamanan PBB
mengeluarkan resolusi yang intinya memerintahkan pihak Korea Utara menarik
pasukannya hingga garis lintang 38°. Selain itu, Dewan Keamanan PBB juga
meminta bantuan anggota PBB untuk memberi bantuan militer ke Korea. Untuk
itu, segera dibentuk pasukan PBB yang berasal dari enam belas negara anggota.
Amerika Serikat mendapat mandat Dewan Keamanan PBB untuk memimpin
pasukan PBB ke Korea. Sebagai komandan pasukan PBB dipilih Jenderal
Douglas Mac Arthur. Pasukan PBB berhasil mendesak pasukan Korea Utara
bahkan melewati garis lintang 38°. Pada tanggal 19 Oktober 1950 pasukan
PBB berhasil menduduki Pyongyang, ibu kota Korea Utara. Langkah itu
dilakukan pasukan PBB karena menurut Mac Arthur keamanan di Semenanjung
Korea akan terjadi apabila dua negara itu disatukan.
Cina yang menjalin hubungan diplomatik dan seideologi dengan Korea
Utara tidak menerima tindakan pasukan PBB tersebut. Cina berpendapat bahwa
itu hanya strategi Amerika Serikat saja untuk memperluas pengaruhnya di Korea.
Oleh karena tidak menerima tindakan pasukan PBB, Cina mengirimkan
pasukannya dan membantu pertahanan pasukan Korea Utara. Pada tanggal 4
Januari 1951 pasukan PBB terdesak pasukan gabungan Cina–Korea Utara.
Bahkan, ibu kota Korea Selatan, Seoul jatuh ke tangan pasukan gabungan. Atas
peristiwa yang mengejutkan tersebut, Dewan Keamanan PBB kembali bersidang.
Dewan Keamanan PBB mengambil keputusan bahwa tindakan Cina membantu
Korea Utara adalah salah dan sebagai konsekuensinya dijalankan embargo
ekonomi terhadap negara tersebut. Pada tanggal 12 Maret 1951 pasukan PBB
yang telah mengonsolidasikan diri berhasil merebut kembali kota Seoul, Korea
Selatan.
Gencatan senjata antara Korea Utara dan Korea Selatan terjadi setelah Uni
Soviet turut campur tangan. Kesepakatan perdamaian tercapai pada tanggal
27 Juli 1953. Pada hari itu, ditandatangani Persetujuan P’an Munjom yang
menegaskan adanya dua Korea seperti yang kita kenal sekarang. Perang Korea
yang berlangsung selama tiga tahun 1950–1953 telah menghancurkan segala
sumber daya Korea. Jutaan orang kehilangan tempat tinggal dan terpisah dari
keluarga mereka. Kerusakan itu makin menyedihkan. Oleh karena itu merupakan
perang saudara sesama Korea dan meninggalkan luka yang masih terasa hingga
sekarang.
3. Revolusi Kuba
Kuba adalah negara pulau yang terletak di Teluk Meksiko, Laut Karibia.
Kuba merupakan negara yang terkenal dengan cerutunya. Kuba sebelumnya
juga lama menjadi jajahan Spanyol. Pada masa Perang Dingin, Kuba yang
letaknya sangat strategis juga tidak luput dari incaran perluasan pengaruh dan
ideologi negara adidaya. Kuba merupakan negara republik komunis pertama
yang berada di belahan bumi Barat. Letak Kuba yang dekat dengan negara
Amerika Serikat menjadi ancaman serius bagi Amerika Serikat.
Hubungan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dengan Perang Dunia II serta Perang Dingin 111
a. Kuba sebelum Perang Dunia II
Kuba pertama kali ditemukan oleh Columbus, orang Spanyol pada tahun
1492. Seperti halnya tempat-tempat lain yang ditemukan orang Eropa dalam
masa penjelajahan samudra, yaitu diakui sebagai miliknya, begitu pula dengan
nasib Kuba. Columbus segera mengklaim bahwa Kuba adalah milik Spanyol.
Sejak saat itu, Kuba menjadi koloni Spanyol. Pada sekitar tahun 1868–1878 di
Kuba timbul gerakan menuntut kemerdekaan. Perang Kemerdekaan tahap kedua
muncul pada tahun 1895 dengan dipimpin Jose Marti.
Amerika Serikat mendukung gerakan itu setelah kapal perangnya Marine
yang dikirim untuk melindungi warga negaranya di Kuba meledak misterius.
Amerika Serikat menganggap itu merupakan sabotase yang dilakukan Spanyol.
Oleh karena itu, Amerika Serikat membantu Kuba menyingkirkan Spanyol.
Wilayah Kuba sampai tahun 1902 mendapat perlindungan dari Amerika
Serikat. Pada tahun 1933 kelompok revolusioner yang dipimpin oleh Fulqencio
Batista berhasil mengambil alih pemerintahan di Kuba. Batista memerintah
Kuba secara diktator. Pada masa pemerintahan Batista, korupsi makin merajalela.
b. Kuba setelah Perang Dunia II
Kondisi rakyat Kuba yang sangat memprihatinkan pada masa pemerintahan
Batista, menggugah semangat salah seorang anak bangsa untuk memperbaikinya.
Fidel Castro seorang putra tuan tanah kaya raya tidak tahan melihat
penderitaan rakyat Kuba. Pada tahun 1953 Castro mencoba melakukan kudeta,
tetapi gagal. Akibatnya, Castro dijatuhi hukuman lima belas tahun penjara.
Namun, baru menjalani hukuman selama dua tahun, Castro telah dibebaskan.
Penjara tidak membuat Castro jera dalam memperjuangkan keinginannya.
Setelah keluar dari penjara Castro kembali menghimpun kekuatan. Castro
melatih pengikutnya di dekat kota Meksiko. Pada tahun 1956, Castro bersama
para pengikut setianya kembali berusaha menggulingkan kekuasaan Presiden
Batista. Selama hampir tiga tahun Castro berusaha merebut kekuasaan di Kuba.
Pada tahun 1959 Batista meninggalkan Kuba dan digantikan Castro.
Fidel Castro sebenarnya bukan seorang komunis. Hal itu seperti
pernyataannya yang mengatakan, “Revolusi kita bukan berwarna merah,
melainkan hijau zaitun.” Kata-kata Castro itu menunjuk pada warna seragam
yang ia pakai bersama pengikutnya. Bahkan, Castro juga mengutuk komunis
dengan konsepnya yang totaliter. Castro juga berusaha membersihkan
tindakannya yang dianggap disponsori komunis dengan berpidato di Universitas
Princeton, Amerika Serikat. Dalam pidato tersebut, Castro menyatakan bahwa,
“... bertentangan dengan pola Revolusi Rusia dan model Marxis bahwa di Kuba
tidak berdasarkan perjuangan kelas .... Revolusi Kuba juga tidak berniat
meniadakan kepemilikan swasta.”
Namun, pemerintah Amerika Serikat tetap memandang bahwa revolusi
yang dikobarkan Castro disponsori pihak komunis. Hal ini akibat tindakan Castro
yang banyak mengubah kehidupan Kuba yang mendekati slogan komunis, sama
rasa sama rata. Castro banyak membangun sekolah dan rumah bagi orang yang
112 Sejarah SMA/MA Kelas XII Program IPA
tidak mampu. Pemerintah Kuba juga mulai mengontrol semua penerbitan surat
kabar serta siaran radio dan televisi. Tindakan Castro makin lama
mengkhawatirkan pemerintah Amerika Serikat. Hal itu disebabkan Castro makin
berani menasionalisasi perusahaan-perusahaan asing yang berada di Kuba.
Akibatnya, Amerika Serikat mengambil tindakan tegas, yaitu menghentikan
hubungan dengan Kuba pada tahun 1961. Menghadapi kenyataan itu Fidel
Castro selanjutnya segera menjalin hubungan dengan negara-negara komunis,
seperti Cina dan Uni Soviet. Dari negara-negara tersebut, Kuba berharap agar
mereka bersedia memberi bantuan ekonomi guna melaksanakan dan
melanjutkan pembangunan.
Pemerintah Amerika Serikat yang mendapati kenyataan bahwa Kuba telah
masuk blok komunis makin khawatir atas keselamatan negaranya. Hal itu
beralasan karena jarak Kuba dengan Amerika Serikat tidak lebih dari 10 mil.
Atas kekhawatiran itu, pemerintah Amerika Serikat berniat menggulingkan
pemerintahan Fidel Castro yang prokomunis. Untuk mencapai maksud itu,
pemerintah Amerika Serikat akan menggunakan para pelarian Kuba yang tinggal
di Amerika Serikat. Dari orang-orang pelarian Kuba itu, Amerika Serikat
berharap dapat menguasai Teluk Babi yang dapat dipakai sebagai lompatan
untuk menundukkan Havana, ibu kota Kuba. Dinas intelejen Amerika Serikat
(CIA) bertugas melatih orang-orang pelarian Kuba agar berhasil dalam misinya.
Sekitar 1.200 orang pelarian Kuba di Amerika Serikat berhasil dikumpulkan
dan dilatih kemiliteran.
Presiden baru Amerika Serikat, John Fietzgeerald Kennedy juga menyetujui
rencana penggulingan Fidel Castro melalui orang-orang Kuba sendiri. Kennedy
bahkan memerintahkan untuk memberi perlindungan dan pengawalan dalam
penyerbuan Teluk Babi melalui pelarian orang-orang Kuba dilaksanakan.
Peristiwa itu kemudian disebut The Bay Pig’s Episode atau Insiden Teluk Babi.
Namun, pada detik-detik terakhir penyerangan, Kennedy memerintahkan
membatalkan bantuan perlindungan dan pengawalan. Akibatnya mudah diduga,
pemerintah Kuba sangat mudah mematahkan penyerbuan orang-orang Kuba
pelarian itu. Atas Insiden tersebut, hubungan Kuba dan Amerika Serikat makin
renggang. Sementara itu, pemimpin Uni Soviet, Khruschev segera memanfaatkan
situasi atas insiden Teluk Babi tersebut dan begitu intensif mendekati Kuba.
Ia menawarkan paket bantuan ekonomi yang lebih besar lagi apabila Kuba
bersedia mengizinkan Uni Soviet membangun pangkalan militer dan
menempatkan rudal nuklirnya di wilayah tersebut. Ia berencana rudal-rudalnya
akan dapat diarahkan ke Amerika Serikat tanpa ada hambatan.
Keinginan Uni Soviet tentu saja mendapat tantangan dari Amerika Serikat.
Presiden Kennedy menyatakan bahwa penempatan rudal Uni Soviet di Kuba
merupakan ancaman langsung terhadap Amerika Serikat. Oleh karena itu,
pemerintah Amerika Serikat akan mengambil segala cara dan tindakan untuk
menggagalkannya. Salah satu tindakan Amerika Serikat dalam menggagalkan
pembangunan pangkalan militer dan rudal Uni Soviet adalah menghadang setiap
kapal Uni Soviet yang menuju ke Kuba. Tentu saja tindakan itu menimbulkan
krisis yang hampir membawa dunia dalam perang nuklir.
Hubungan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dengan Perang Dunia II serta Perang Dingin 113
Karena merasa belum berimbang kekuatan militernya, akhirnya Uni Soviet
membatalkan penempatan pangkalan militer dan rudalnya di Kuba. Apalagi,
Amerika Serikat juga berjanji tidak akan mencampuri urusan dalam negeri Kuba.
Hubungan baik Kuba dengan Amerika Serikat mulai membaik lagi pada tahun
1973 setelah kedua negara membuat perjanjian mengenai pertukaran pembajak.
Pada tahun 1975 embargo ekonomi pada Kuba yang dilakukan Amerika Serikat
mulai dihapus. Namun, hubungan Amerika–Kuba memanas lagi setelah pada
akhir tahun 1975 Kuba mengirim pasukannya ke Angola.
Dari kejadian di Kuba itu, dua negara adidaya, yaitu Amerika Serikat dan
Uni Soviet, akhirnya juga menyadari betapa bahayanya apabila perang terbuka
yang merembet pada perang nuklir terjadi. Oleh karena itu, untuk meminimalisasi
terjadinya perang nuklir dan akibatnya, kedua negara adidaya sepakat melakukan
pembicaraan pengurangan senjata.
Comments
Post a Comment